Air merupakan kebutuhan
dasar manusia dalam kehidupannya. Untuk itu, Hari Air Sedunia
diperingati setiap 22 Maret 2013. Namun, penduduk dunia masih dihantui
ancaman bahaya kekurangan air dan sanitasi yang buruk. Apalagi
diperparah dengan meningkatnya risiko perubahan iklim. Di Indonesia
sendiri masih warga yang tak terpenuhi kebutuhan air bersih.
Hasil survei Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan, kondisi pencemaran air di Indonesia telah meningkat hingga 30 persen. Angka tersebut didapat dari pemantauan terhadap 52 sungai di Tanah Air mulai dari 2006 sampai 2011.
Padahal di Indonesia, pemenuhan air minum untuk penduduknya di tahun 2011 masih kurang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pemenuhan air minum aman baru 55,04 persen dan masih 80 juta masyarakat yang belum terpenuhi kebutuhan air minumnya. Kondisi tersebut akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan pendudukan kita.
"Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Pembangunan air minum tidak bisa dilakukan sendiri‐sendiri, harus ada upaya kongkret menyatukan seluruh pihak menjalin kerjasama yang lebih luas baik dari seluruh pihak," kata Nugroho Tri Utomo, Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas, dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Jumat (22/3/2013).
Badan Perserikatan Bangsa‐Bangsa (PBB) mencatat, setidaknya ada 780 juta orang di dunia yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan hampir 2,5 miliar tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang memadai. Belum lagi kenyataan enam hingga delapan juta orang meninggal setiap tahunnya akibat bencana dan penyakit terkait air.
Menurut Nugroho, diperlukan kerjasama hulu untuk melindungi sumber air baku yang banyak mengalami pencemaran di Tanah Air.
Mendekati tenggat pencapaian target pembangunan milenium (MDGs), lanjut Nugroho, di Indonesia akses masyarakat terhadap layanan sanitasi yang layak baru mencapai 55, 60 persen menuju target 62, 41 persen MDGs. Indonesia juga terus berupaya mengejar ketertinggalan di sektor air minum,
Program RPA untuk Amankan Air
Untuk mengamankan air, pemerintah pusat melalui sejumlah kementerian yang tergabung dalam Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) memprakarsai Rencana Pengamanan Air (RPA). Program ini didasari kesadaran tentang pentingnya kualitas, kuantitas, kontinyuitas dan keterjangkauan air dari hulu ke hilir.
Banyaknya pencemaran air di Indonesia sangat memprihatinkan karena keberadaan air sangat erat dengan kehidupan manusia. Itulah mengapa pelestarian dan keamanan air menjadi perhatian utama setiap pelaku pembangunan air minum dan sanitasi.
"Selain sebagai salah satu upaya dalam mempercepat target MDGs 2015. program RPA ini juga diharapkan dapat menjadi solusi jitu dalam menjaga kelestarian air, sehingga kedepannya penyediaan air minum di Indonesia bisa lebih baik," ujar Nugroho Lebih lanjut.
Nugroho menyampaikan, program RPA ini juga bertujuan untuk mengembalikan kondisi sungai menjadi bersih, sehingga dapat menjadi sumber kehidupan masyarakat, terutama yang tinggal di bantaran sungai.
Program RPA merupakan salah satu upaya untuk menjamin keamanan air minum melalui pendekatan komprenhensif yang mencakup semua langkah. Mulai dari mengamankan pasokan air baku, pengelolaan air, distribusi dan pelayanan air minum, hingga pemanfaatan oleh masyarakat.
Pada tahap awal, program RPA diujicobakan pada sejumlah wilayah Indonesia, yaitu di kawasan sungai Cikapundung, Banjarmasin dan Bangka. Dalam merealisasikan program RPA di Cikapundung pemerintah juga mendorong partisipasi masyarakat melalui komunitas Gerakan Masyarakat Cinta Cikapundung (Gemricik) untuk saling menjalin kerjasama dalam mengatasi permasalahan seputar sungai Cikapundung Ketua Gemricik, Mohammad Satori mengungkapkan, program RPA ini merupakan langkah tepat dalam menjaga kelestarian air di Indonesia. “Terlebih, kian hari tingkat pencemaran air dikabarkan semakin meningkat,” ungkapnya.
Dia menambahkan, pihaknya yang dalam hal ini mewakili masyarakat menyambut baik adanya program RPA tersebut. "Bahkan, kami siap mendukung seutuhnya berbagai langkah pengamanan air yang dicanangkan dalam program RPA," terangnya.
Hasil survei Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan, kondisi pencemaran air di Indonesia telah meningkat hingga 30 persen. Angka tersebut didapat dari pemantauan terhadap 52 sungai di Tanah Air mulai dari 2006 sampai 2011.
Padahal di Indonesia, pemenuhan air minum untuk penduduknya di tahun 2011 masih kurang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pemenuhan air minum aman baru 55,04 persen dan masih 80 juta masyarakat yang belum terpenuhi kebutuhan air minumnya. Kondisi tersebut akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan pendudukan kita.
"Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Pembangunan air minum tidak bisa dilakukan sendiri‐sendiri, harus ada upaya kongkret menyatukan seluruh pihak menjalin kerjasama yang lebih luas baik dari seluruh pihak," kata Nugroho Tri Utomo, Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas, dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Jumat (22/3/2013).
Badan Perserikatan Bangsa‐Bangsa (PBB) mencatat, setidaknya ada 780 juta orang di dunia yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan hampir 2,5 miliar tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang memadai. Belum lagi kenyataan enam hingga delapan juta orang meninggal setiap tahunnya akibat bencana dan penyakit terkait air.
Menurut Nugroho, diperlukan kerjasama hulu untuk melindungi sumber air baku yang banyak mengalami pencemaran di Tanah Air.
Mendekati tenggat pencapaian target pembangunan milenium (MDGs), lanjut Nugroho, di Indonesia akses masyarakat terhadap layanan sanitasi yang layak baru mencapai 55, 60 persen menuju target 62, 41 persen MDGs. Indonesia juga terus berupaya mengejar ketertinggalan di sektor air minum,
Program RPA untuk Amankan Air
Untuk mengamankan air, pemerintah pusat melalui sejumlah kementerian yang tergabung dalam Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) memprakarsai Rencana Pengamanan Air (RPA). Program ini didasari kesadaran tentang pentingnya kualitas, kuantitas, kontinyuitas dan keterjangkauan air dari hulu ke hilir.
Banyaknya pencemaran air di Indonesia sangat memprihatinkan karena keberadaan air sangat erat dengan kehidupan manusia. Itulah mengapa pelestarian dan keamanan air menjadi perhatian utama setiap pelaku pembangunan air minum dan sanitasi.
"Selain sebagai salah satu upaya dalam mempercepat target MDGs 2015. program RPA ini juga diharapkan dapat menjadi solusi jitu dalam menjaga kelestarian air, sehingga kedepannya penyediaan air minum di Indonesia bisa lebih baik," ujar Nugroho Lebih lanjut.
Nugroho menyampaikan, program RPA ini juga bertujuan untuk mengembalikan kondisi sungai menjadi bersih, sehingga dapat menjadi sumber kehidupan masyarakat, terutama yang tinggal di bantaran sungai.
Program RPA merupakan salah satu upaya untuk menjamin keamanan air minum melalui pendekatan komprenhensif yang mencakup semua langkah. Mulai dari mengamankan pasokan air baku, pengelolaan air, distribusi dan pelayanan air minum, hingga pemanfaatan oleh masyarakat.
Pada tahap awal, program RPA diujicobakan pada sejumlah wilayah Indonesia, yaitu di kawasan sungai Cikapundung, Banjarmasin dan Bangka. Dalam merealisasikan program RPA di Cikapundung pemerintah juga mendorong partisipasi masyarakat melalui komunitas Gerakan Masyarakat Cinta Cikapundung (Gemricik) untuk saling menjalin kerjasama dalam mengatasi permasalahan seputar sungai Cikapundung Ketua Gemricik, Mohammad Satori mengungkapkan, program RPA ini merupakan langkah tepat dalam menjaga kelestarian air di Indonesia. “Terlebih, kian hari tingkat pencemaran air dikabarkan semakin meningkat,” ungkapnya.
Dia menambahkan, pihaknya yang dalam hal ini mewakili masyarakat menyambut baik adanya program RPA tersebut. "Bahkan, kami siap mendukung seutuhnya berbagai langkah pengamanan air yang dicanangkan dalam program RPA," terangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar