Rabu, 29 Mei 2013

Pemerintah dinilai tak punya kepedulian terhadap bambu

Peringatan Hari Bambu Sedunia atau World Bamboo Day VIII di gelar di Kawasan Mandala Candi Borobudur Magelang, Jateng pada 18 September 2012. Keberadaan tanaman bambu di Indonesia sendiri kini terancam dan kalah dengan Filipina dan Vietnam.

Padahal, pada tahun 2006 lalu Indonesia secara statistik berada di kelas dan urutan ketiga terkait keberadaan komoditas dan habitat bambu. Setelah pada urutan pertama diduduki oleh negara China yang dikenal sebagai negara tirai bambu dan India menempati urutan kedua yang memiliki luasan lahan bambu sekitar 3,8 hektar.

Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan jaman dari 1500 jenis bambu di dunia, kini Indonesia hanya memiliki 150 jenis bambu. Pasalnya, kedua negara itu menerapkan kebijakan bahwa bambu merupakan komoditi negara yang harus dan wajib digalakkan penanamannya. Sementara, kebijakan pemerintah Indonesia tidak berpihak sama sekali untuk perlindungan dan pelestarian terhadap keberadaan bambu yang harusnya menjadi tuan rumah di negeri Indonesia sendiri.

"Kebijakan pemerintah. Indonesia khususnya di Kementerian Kehutanan, bambu hanya masuk dan ditetapkan sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) tidak penting dibanding hasil hutan berupa pohon. Kebijakan bambu masih belum diterapkan dan dikembangkan menuju ke industri bambu. Selain itu, sisi sumber bahan baku di Indonesia masih tersebar sehingga pemanfaatan dalam jumlah besar kesulitan. Juga persepsi publik pengaruhi perkembangan soal bambu yang menurut masyarakat bambu hanya digunakan gedhek atau lincak," ungkap Pemerhati Bambu Universitas Gadjahmada (UGM) Dr Anto Rimbawanto kepada merdeka.com, Sabtu (14/9).

Rimbawanto menjelaskan pada Kementerian Kehutanan saat dipegang oleh Sarwono Kusuma Atmaja sekitar tahun 1998 ada strategi nasional pemanfaatan bambu serta perlunya konservasi dan pemanfaatan bambu. Namun, kebijakan itu tidak spesifik dan lembaga mana yang harus berperan dan melaksanakan kebijakan itu sehingga kebijakan itu terkesan mandeg dan jalan di tempat.

"Hanya sebatas dokumen dan sampai sekarang tidak ada program nasional itu. Yang terjadi, lembaga-lembaga yang melakukan penelitian tidak terintegrasi. Harus ada langkah dan itikad kuat dan baik dari pemerintah yang lebih jelas untuk memanfaatkan dan mengembangkan bambu," jelasnya.

Kondisi jalan di tempatnya komoditi dan industri bambu ini sering dikeluhkan pelaku usaha suplay terbatas. Padahal potensi untuk membuat produk bambu sangat luar biasa. Diantarnya bisa digunakan untuk membuat papan, lantai, kolom, bahan baku krayon, kertas dan pembangkit listrik. Juga banyak desainer Institut Teknologi Bogor (ITB) membuat dan mengembangkan furniture dari bambu pun sampai saat ini tidak tampak.

"Tren yang terjadi seperti itu. Pasar bambu Eropa juga semacam itu. Harapan kita ada gerakan menanam bambu serta upaya sistematis bambu dijadikan sebagai komoditi dan sentra industri di Indonesia," tuturnya.

Marc Peeters dari World Bambu Organitation warga negara Belgia, menyatakan ada kesan di pemerintah Indonesia sama sekali menutup mata dan tidak peduli dengan komoditi tanaman bambu. Sehingga kesan pertama menyatakan sangat sulit mendapatkan bibit bambu di Indonesia. Padahal, Marc sendiri telah berhasil mengembangkan ratusan bibit Bambu dari berbagai jenis di Pakem, Sleman, DIY dan sudah melakukan eksport ratusan kali ke berbagai negara baik Asia, Afrika dan Eropa.

"Di negara Eropa susah dapat bibit bambu. Mereka semua mendatangi pembibitan di tempat saya di Pakem Sleman. Bahkan mantan Menteri Kehutanan Sarwono saat datang ke tempat saya menyatakan dengan apa yang ada di sini (pembibitan bambu Sleman) bisa kita buat program saya dulu," ungkap Peeters

baca di laman aslinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar